Pokja 2: Hak Properti Masyarakat

Kelompok Kerja 2 : Hak Properti Masyarakat

Salah satu wujud inklusi keuangan adalah kemampuan masyarakat untuk menabung dan meminjam di lembaga keuangan formal. Khusus untuk pinjaman atau kredit pada lembaga keuangan formal. pada umumnya ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh pengajunya. Syarat tersebut antara lain profil data keuangan nasabah yang  akan menggambarkan kemampuannya untuk membayar, serta agunan yang menjadi jaminan selama ia dalam masa kredit. Salah satu agunan yang banyak diterima dan disyaratkan oleh lembaga keuangan formal adalah bukti kepemilikan atas  aset properti.

Aset properti yang dimaksud di sini ada dua macam : aset berupa lahan, tanah atau bangunan; serta aset berupa hasil karya intelektual. Aset lahan dan bangunan sudah sejak lama menjadi salah satu bentuk agunan yang diterima lembaga keuangan formal. Adapun untuk aset hasil karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, produk seni dan sastra ini, pemerintah sedang mengupayakannya untuk dapat digunakan sebagai jaminan kredit sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pengurusan hak atas aset properti sampai bisa menjadi agunan tidak mudah dan acapkali menemui berbagai kendala di lapangan. Sebab, kepemilikian aset properti baru bisa menjadi agunan pinjaman di lembaga keuangan resmi jika sudah berupa Sertifikasi Lahan (bukti kepemilikan atas suatu tanah beserta bangunannya) dan atau Sertifikat Hak Cipta/Paten (bentuk sertifikasi formal untuk melindungi hasil karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra).

Program

  • Percepatan Sertifikasi Tanah

Program sertifikasi tanah merupakan langkah pertama untuk meningkatkan keuangan inklusif yang ditargetkan mencapai 75% pada tahun 2019.  Sebab, dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat bisa menjadikannya sebagai agunan saat ingin mendapatkan pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan resmi lainnya. Pinjaman ini bisa digunakan sebagai modal usaha, investasi, atau memenuhi kebutuhan yang bersifat produktif untuk meningkatkan taraf ekonominya.

Selama ini, keterbatasan juru ukur merupakan salah satu kendala yang memicu minimnya pencapaian sertifikasi tanah nasional. Untuk ini, pemerintah telah berusaha mengatasinya dengan menambah juru ukur (PNS dan alih daya). Program ini didukung juga dengan peningkatan jumlah firma bersertifikat yang akan mengurus pengukuran tanah bersertifikat.

Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional menunjukkan, saat ini dari 126 juta bidang tanah yang ada di seluruh Indonesia, baru sekitar 50% di antaranya yang sudah bersertifikat. Untuk itu percepatan sertifikasi tanah mutlak dilakukan. Tahun 2017, pemerintah menargetkan 5 juta sertifikat baru, dan sampai akhir tahun telah diterbitkan 4,2 juta sertifikat. Pemerintah menargetkan ada tambahan 7 juta sertifikat baru di 2018, dan 9 juta di 2019. Luasnya bidang tanah bersertifikat yang ditargetkan ini merupakan bentuk optimisme pemerintah akan program reformasi agraria dan distribusi aset.

Salah satu program yang diandalkan untuk mendongkrak angka sertfikasi tanah adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini dinaungi dengan Surat Keputusan Bersama tiga kementerian, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa. Pemilik lahan yang masih mengantongi sertifikat Leter C, berkesempatan meningkatkan status tanahnya menjadi Hak Milik (HM) secara gratis melalui program ini.

Khusus untuk Program PTSL ini, pemerintah menargetkan penerbitan 5 juta sertifikat tanah baru. Penerbitan sertifikat gratis ini diharapkan dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat untuk mendapat kepastian hukum atas aset propertinya. Setelah sertifikat jadi, masyarakat bisa menggunakannya untuk kegiatan produktif seperti sebagai jaminan usaha dan modal kerja.

Adapun kegiatan sertifikasi tanah lain yang telah berlangsung adalah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dan Proyek Operasi Daerah Agraria (PRODA). Selain itu juga ada pembebasan biaya pengurusan sertifikat lahan bagi pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kedua program ini sejalan dengan dengan Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tahun 2015-2019 yang berusaha untuk memperbesar cakupan bidang tanah bersertifikat.

  • Pendaftaran Hak Formal (Paten)

Sesuai Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, aset properti yang berupa hak cipta, hak paten, dan atau hak atas kekayaan intelektual dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan formal. Hal ini juga dijelaskan dalam UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa hak cipta sudah memenuhi syarat sebagai jaminan atau agunan kredit di lembaga keuangan resmi. Sejumlah kementerian/ lembaga terkait pun terus mengupayakan diterimanya hak cipta, patan dan HAKI tersebut sebagai jaminan kredit, khususnya untuk industri kreatif skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sejumlah kementerian yang terlibat dan mendukung penuh program kredit dengan jaminan hak cipta, paten, dan HAKI ini antara lain adalah Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.  Saat ini, Badan Ekonomi Kreatif tengah gencar mengupayakan implementasi UU Hak Cipta yang terbit sejak 4 tahun lalu itu. Misinya, agar para pelaku industri kreatif memiliki akses ke bank untuk mendapatkan dukungan finansial yang bisa digunakan dalam menghasilkan karya.

Sebelumnya, Bekraf telah mengembangkan aturan skema penyaluran KUR. Bekraf akan memfasilitasi para pelaku ekonomi kreatif dalam mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR) dari lembaga penyalur. Fasilitas tersebut menjawab kesulitan yang dihadapi para pelaku usaha kreatif selama ini, terutama dalam hal pendanaan.

Langkah pendahuluan untuk menjalankan program ini adalah dengan menggiatkan pendaftaran hak formal (paten) terutama untuk industri kreatif skala Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK) serta peneliti/pencipta. Beberapa kementerian dan lembaga terkait menyediakan layanan pengurusan paten secara gratis untuk UMKMK dan juga berbagai bidang pelaku usaha kreatif. Upaya ini didukung dengan membuat sebuah sistem pengurusan paten secara online.

Kementerian Koperasi dan UKM memberikan layanan pengurusan dua hak kekayaan intelektual tersebut ‎secara cepat dan gratis. Dengan memiliki hak cipta dan hak merek, maka diharapkan UMKM di Indonesia memiliki payung hukum yang akan melindungi produknya agar tidak ditiru oleh produsen lain. Dengan demikian, UMKM akan mendapatkan pengakuan akan produk yang di‎hasilkannya. Pelaku UMKM yang ingin mengurus hak cipta dan hak merek, harus membawa contoh barang, identitas pribadi serta surat pernyataan produk tersebut bukan hasil tiruan dari karya pihak lain. Proses pendaftaran hanya akan memakan waktu satu jam. (*)

 

Comments are closed.