Pemerintah menyadari, salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan angka inklusi keuangan sesuai target Strategi Nasional Keuangan Inklusif adalah sertifikasi tanah. Langkah ini tercakup dalam pilar II SNKI, yakni Hak Properti Masyarakat. Dengan melakukan sertifikasi terhadap aset tanah yang dimiliki, maka masyarakat bisa mengambil manfaat dari lembaga keuangan resmi, tak hanya menabung tapi juga mendapatkan sumber pendanaan atau pinjaman.

Program sertifikasi tanah merupakan langkah pertama untuk meningkatkan keuangan inklusif. Sebab, dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat bisa menjadikannya sebagai agunan saat ingin mendapatkan pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan resmi lainnya. Pinjaman ini bisa digunakan sebagai modal usaha, investasi, atau memenuhi kebutuhan yang bersifat produktif untuk meningkatkan taraf ekonominya.

Selama ini, keterbatasan juru ukur merupakan salah satu kendala yang memicu minimnya pencapaian sertifikasi tanah nasional. Untuk ini, pemerintah telah berusaha mengatasinya dengan menambah juru ukur (PNS dan alih daya). Program ini didukung juga dengan peningkatan jumlah firma bersertifikat yang akan mengurus pengukuran tanah bersertifikat.

Program-program Sertifikasi

Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional menunjukkan, saat ini baru dari 126 juta bidang tanah yang ada di seluruh Indonesia, baru sekitar 50% di antaranya yang sudah bersertifikat. Pemerintah menargetkan ada tambahan 7 juta sertifikat baru di 2018, dan 9 juta di 2019. Salah satu program yang diandalkan untuk mendongkrak angka sertfikasi tanah adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program sertifikasi tanah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya untuk kegiatan produktif seperti sebagai jaminan usaha dan modal kerja. Pemilik lahan yang masih mengantongi sertifikat Leter C, berkesempatan meningkatkan status menjadi Hak Milik (HM) secara gratis.

Khusus untuk Program PTSL, pemerintah menargetkan penerbitan 5 juta sertifikat tanah. Adapun kegiatan sertifikasi tanah lain yang telah berlangsung adalah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dan Proyek Operasi Daerah Agraria (PRODA). Selain itu juga ada pembebasan biaya pengurusan sertifikat lahan bagi pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kedua program ini sejalan dengan dengan Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tahun 2015-2019 yang berusaha untuk memperbesar cakupan bidang tanah bersertifikat.

Luasnya bidang tanah bersertifikat yang ditargetkan ini merupakan bentuk optimisme pemerintah akan program reformasi agraria dan distribusi aset. Yang pasti, sertifikasi tanah diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian lokal sekaligus meningkatkan indeks keuangan inklusif nasional. (*)

 

Informasi terkait:

Pokja 2: Hak Properti Masyarakat

Comments are closed.