Tim Penulis:
- Susiyanti (Tenaga Ahli Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
- Eko Setyawan (Analis Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Pada kuartal kedua tahun 2019, neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar -USD 1,98 miliar, berbanding terbalik dengan surplus USD 2,42 miliar pada kuartal sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2018, terjadi perbaikan karena defisit saat itu mencapai -USD 4,31 miliar. Defisit ini terutama disebabkan oleh peningkatan defisit transaksi berjalan dari -USD 6,67 miliar menjadi -USD 8,44 miliar, yang dipicu oleh kenaikan defisit pendapatan primer dan sektor jasa.
Salah satu komponen yang membantu menyeimbangkan defisit transaksi berjalan adalah pendapatan sekunder, terutama remitansi, yang meningkat dari USD 1,8 miliar pada Q1-2019 menjadi USD 2,1 miliar pada Q2-2019. Remitansi memainkan peran penting dalam perekonomian, tidak hanya sebagai sumber devisa tetapi juga sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan serta mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Di tingkat makro, remitansi berkontribusi dalam menstabilkan neraca pembayaran dan nilai tukar, meskipun penggunaannya untuk impor berlebihan dapat berdampak negatif terhadap ekonomi nasional.
Dalam skala global, remitansi terus meningkat seiring bertambahnya jumlah migran dan kemajuan teknologi yang menurunkan biaya transaksi. Pada tahun 2018, total remitansi dunia mencapai USD 624,45 miliar, dengan Filipina dan Indonesia sebagai penerima utama di Asia Tenggara. Peningkatan remitansi membantu negara-negara berkembang dalam membayar tagihan impor dan menstabilkan cadangan devisa. Dengan tren migrasi yang terus meningkat dan biaya transfer yang semakin efisien, remitansi diperkirakan akan terus menjadi sumber pendapatan penting bagi banyak negara berkembang.
Comments are closed.