Penulis: Adhitya Ginanjar, Analis Kebijakan Ahli Madya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Perkembangan aset Perbankan Syariah (PS) nasional masih menunjukkan angka dibawah 10% sejak 14 tahun diberlakukan, tepatnya di angka 6.18% dari total aset perbankan nasional (BI/OJK, 2021). Dibandingkan dengan negara muslim di seluruh dunia, aset PS nasional masih berada di posisi lima besar dibawah Malaysia, Bahrain, UEA dan Arab Saudi, padahal Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu perkembangan aset PS nasional diharapkan mampu terus tumbuh dalam rangka memberikan kontribusi optimal terhadap perkembangan ekonomi syariah dan juga perekonomian nasional.
Undang-undang (UU) perbankan syariah secara mandatory (pasal 68) mewajibkan kepada bank umum konvensional yang mempunyai Unit Usaha Syariah (UUS) untuk segera meng-konversi UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) bila aset UUS-nya mencapai paling sedikit 50% dari Bank Induk atau dalam waktu 15 tahun sejak UU PS diberlakukan pada tahun 2008. Tujuan dari spin-off ini adalah mendorong bertambahnya BUS dalam industri perbankan nasional. Tetapi kenyataannya adalah masih terdapat bank induk yang tidak memaksimalkan pertumbuhan aset UUS-nya. Sedangkan jangka waktu 15 tahun sejak diberlakukan UU PS, yaitu tahun 2023 sudah di depan mata dan belum terlihat pertumbuhan aset yang signifikan bagi setiap UUS. Sedangkan sanksi yang diamanatkan dalam UU tersebut belum terlihat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Aset PS bila dibandingkan dengan aset perbankan nasional masihlah kecil yaitu 7.03 % dari total asset perbankan nasional, walaupun sudah ada merger 3 BUS anak bank BUMN yaitu BNIS, BRIS dan BSM menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) pada awal tahun 2021. Tetapi secara total asset PS nasional masih berada di posisi tujuh yaitu dengan total asset 686 trilyun. Total sudah ada 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) serta 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di masyarakat dengan total aset sekitar 686 trilyun (OJK,2021)
Sedangkan peningkatan inklusi keuangan syariah di Indonesia, selain dilihat dari perbandingan aset PS dibandingkan dengan aset Perbankan nasonal, juga dapat juga dilihat dari penyerapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) syariah bagi UMKM. Dari data yang didapat dari Dewan Nasonal Keuangan Inklusi (DNKI) tahun 2022, penyerapan KUR syariah nasional selama 7 tahun sejak 2015 telah diserap KUR syariah sebesar 31.6 Trilyun. Sedangkan KUR konvensional sebesar 365.5 Trilyun.
Salah satu variabel yang dirasakan perlu direvisi adalah regulasi, terutama high level regulatory,yaitu Undang-undang (UU) perbankan syariah tahun 2008 yang dirasakan sudah tidak dapat mengantisipasi perkembangan perbankan syariah nasional. Oleh karena itu dibutuhkan amandemen UU PS dengan semangat melakukan perbaikan peraturan PS serta mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dalam insdustri perbankan syariah nasional.
Comments are closed.