Penulis: Eko Setyawan, Analis Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Saat ini, inklusi keuangan telah menjadi agenda penting di berbagai negara termasuk Indonesia. Dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif visi utama dari strategi keuangan inklusif ini adalah mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Visi SNKI diwujudkan melalui peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal melalui peningkatan pemahaman terhadap sistem, produk dan jasa keuangan, serta ketersediaan layanan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai visi tersebut maka diperlukan misi yang dituangkan dalam strategi keuangan inklusif serta dijabarkan dalam pilar, fondasi dan indikator Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Pilar SNKI mencakup Edukasi Keuangan, Hak Properti Masyarakat, Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan, Layanan Keuangan pada Sektor Pemerintah, Perlindungan Konsumen. Kelima pilar SNKI ini harus ditopang oleh tiga fondasi antara lain kebijakan dan regulasi yang kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung dan organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif. Hasil pengukuran indeks inklusi keuangan dapat menjelaskan hubungan antara indeks inklusi keuangan suatu wilayah dengan upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi. Keberhasilan pelaksanaan keuangan inklusif dapat tercapai jika masyarakat di semua wilayah di Indonesia memiliki akses keuangan yang sama dan merata.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh OJK tahun 2019 dan 2022 tingkat literasi keuangan Indonesia mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 38,03 persen tahun 2019 menjadi 49,68 persen tahun 2022. Demikian pula pada tingkat inklusi keuangan Indonesia yang sebelumnya adalah 76,2 persen di tahun 2019 meningkat menjadi 85,1 persen di tahun 2022.
Salah satu tujuan adalah menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Keuangan yang semakin inklusif dapat meningkatkan potensi jasa keuangan menyediakan layanan keuangan formal yang lebih luas kepada setiap penduduk terutama bagi kelompok subsisten dan marjinal yang memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keuangan.
Pengembangan sektor perbankan dapat dilakukan sebagai upaya mereduksi hambatan terkait penyediaan layanan perbankan sehingga akses oleh masyarakat terhadap perbankan lebih mudah terutama bagi masyarakat subsisten yang belum secara maksimal menggunakan atau memanfaatkan layanan keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal di Indonesia (Sanjaya 2014). Kemudahan layanan dimaksud dapat berupa biaya transaksi affordable, jarak yang semakin dekat dengan layanan perbankan atau rendahnya agunan yang ditetapkan oleh bank. Akses terhadap layanan perbankan yang mudah bagi kelompok masyarakat subsisten ini dapat meningkatkan efisiensi alokasi modal, yang dapat mempercepat pertumbuhan agregat, dan mengurangi hambatan dalam akses kredit produktif serta dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat marjinal sehingga dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat subsisten ini secara tidak langsung dapat mengurangi ketimpangan pendapatan. Tetapi di Indonesia sendiri menunjukkan fenomena yang sebaliknya, akses dan penggunaan jasa perbankan meningkat, begitu juga dengan ketimpangan pendapatan semakin besar.
Unduh: Policy Brief: Analisis Pengaruh Inklusi Keuangan Terhadap Pemerataan Ekonomi
Comments are closed.