Pemerintah mendorong percepatan inklusi keuangan melalui rilis dokumen perencanaan jangka menengah nasional yang disusun dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Inklusi keuangan menjadi salah satu langkah yang diperlukan dalam pendalaman sektor keuangan untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Dukungan Pondok Pesantren, khususnya dalam upaya peningkatan inklusi keuangan dapat dilakukan melalui pelibatan para santri dan masyarakat secara umum dalam kegiatan produktif. Untuk memastikan terjadinya inklusi keuangan maka perlu mendorong terciptanya Pesantren yang unggul melalui skema pemberdayaan ekonomi. Namun, entitas bisnis yang dimiliki oleh Pesantren saat ini tidak berkembang dengan baik di berbagai tempat. Padahal unit usaha sebagai entitas bisnis dapat menjadi platform yang dapat dianggap tepat untuk memastikan terjadinya inklusi keuangan. Pemberdayaan ekonomi dimaknai sebagai usaha untuk menjadikan pihak kedua (sasaran pemberdayaan) agar kuat, besar, mandiri, modern, dan berdaya saing tinggi secara ekonomi. Namun, untuk mencapainya diperlukan proses pengukuran yang efektif meliputi pencapaian tujuan (meningkatkan kekuasaan pihak-pihak yang lemah atau kurang beruntung), integrasi (seluruh pihak berpartisipasi aktif dalam memperbaiki keadaan), dan adaptasi (pengalokasian kembali kekuasaan melalui perubahan struktur ekonomi yang ada di tengah masyarakat). Pemberdayaan ekonomi diharapkan menggunakan sumber daya (keuangan inklusif) untuk mencapai tujuan (keuangan inklusif) di dalam prosesnya. Tujuan keuangan inklusif itu sendiri akan ditempuh melalui, antara lain: a. Peningkatan akses layanan keuangan formal; b. Peningkatan literasi dan perlindungan konsumen; c. Perluasan jangkauan layanan keuangan; d. Penguatan akses permodalan dan dukungan pengembangan untuk Usaha Mikro dan Kecil; e. Peningkatan produk dan layanan keuangan digital; dan f. Penguatan integrasi kegiatan ekonomi dan keuangan inklusif melalui paling sedikit layanan keuangan digital (Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan SNKI).
Kajian ini memiliki dua fase pengerjaan. Fase pertama bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang sebenarnya dan dapat diangkat menjadi fenomena permasalahan melalui kegiatan survei berbasis kuesioner yang melibatkan 776 Pondok Pesantren (diantaranya 485 memiliki unit usaha) dan 1.080 Santri. Adapun fase kedua meliputi proses perumusan rekomendasi kebijakan melalui serangkaian kegiatan meliputi FGD, wawancara, dan studi kasus praktik-praktik terbaik. Penelusuran terhadap praktik-praktik terbaik ditemukan sejumlah strategi pemberdayaan ekonomi yang tepat dan juga linier dengan upaya peningkatan inklusi keuangan, diantaranya meliputi dari sisi pemberdayaan ekonomi dan upaya peningkatan inklusi keuangan. Dari sisi pemberdayaan ekonomi, misalnya dilakukan melalui a. dukungan komitmen penuh dari pengurus; b. berorientasi pada strength factor (atas kompetensi) yang dimiliki; c. memiliki aset produktif; d. menerapkan kegiatan usaha yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial, dan spiritual; e. memiliki produk usaha berbasis keterampilan masyarakat sekitar; f. membentuk ekosistem usahanya (termasuk dorongan dalam bentuk administratif kerjasama); g. bersinergi dengan program Pemerintah; h. memiliki produk usaha yang berorientasi pada kebutuhan pasar; i. sebagai opsi, unit usaha dapat bertindak sebagai Koperasi Primer (etalase) untuk menjalankan peran product aggregator UMKM sekitar; j. mendorong transaksi cashless untuk kemudahan transaksi, pembelajaran bagi masyarakat (salah satu langkah meningkatkan inklusi keuangan); k. lebih terbuka dan condong memilih untuk menerima bantuan non tunai (seperti teknologi ataupun pengetahuan) dari pihak eksternal; l. menjalin kemitraan untuk kebutuhan pelatihan dan pendampingan; dan m. mendorong keterlibatan para santri serta n. menjamin kompetensi para santri melalui kerjasama atau magang ke mitra unit usaha. Sedangkan dari sisi upaya peningkatan inklusi keuangan, meliputi a. unit usaha dengan skala usaha yang besar dapat membentuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) agar ekosistem dari sisi keuangannya dapat menjadi lebih baik; b. membuka akses untuk tambahan permodalan dari masyarakat dengan skema bagi hasil investasi yang disepakati para pihak; c. disiplin dalam mengalokasikan sebagian dari keuntungan usahanya ke dalam Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) ke Baitul maal wat tamwil (BMT) agar dapat dimanfaatkan terus menerus untuk mendorong pemberdayaan ekonomi kepada pihak lain yang membutuhkan; dan d. harus bertransformasi sebagai wadah tambahan (fungsi sosial) bagi santri dalam memperoleh edukasi keuangan.
Berdasarkan metodologi ilmiah yang telah dilakukan maka rekomendasi kebijakan yang dapat disusun, yaitu:
- Mendorong implementasi strategi pemberdayaan ekonomi yang berorientasi pada komitmen unit usaha pondok pesantren dan upaya peningkatan inklusi keuangan;
- Mendorong skema intervensi non tunai baik oleh Pemerintah/Non Pemerintah, termasuk oleh Penyalur Keuangan Sosial (dalam hal ini, BMT) (apabila diperlukan) dalam mendukung pemberdayaan ekonomi Unit Usaha Pondok Pesantren.
Adapun kebijakan/program/kegiatan yang dapat menjadi terobosan adalah sebagai berikut:
- Menempatkan peran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai evaluator atas kegiatan bantuan yang diorkestrasi oleh Kementerian Agama terhadap unit usaha Pondok Pesantren;
- Repositioning peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) sebagai agen dari pengelolaan investasi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berakad mudharabah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk kemudian disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada unit usaha Pondok Pesantren;
- Penggunaan keuangan sosial (ZISWAF) yang termobilisasi sebagai dana awal pengembangan unit usaha ultra mikro, mikro, dan kecil;
- BMT harus menjadi bantalan awal penerimaan ZISWAF atas sebagian keuntungan unit usaha Pondok Pesantren;
- BMT sebagai alternatif kemudian dapat bekerjasama dengan BWM untuk penyaluran pembiayaan produktif kepada wirausaha yang memiliki usaha dengan kapasitas yang baik (profitable);
- Decision Support System terkait dukungan eksternal oleh Kementerian Agamaterhadap unit usaha Pondok Pesantren;
- Dukungan keterlibatan pembentukan koperasi sekunder sebagai product aggregator dan off taker produk unit usaha Pondok Pesantren;
- Penyelenggaraan award ceremony bagi unit usaha Pondok Pesantren yang berkinerja sangat baik dalam mendorong kemandirian ekonomi Pondok Pesantren sehingga mendorong local champions dan menjadi penumbuh keinginan bagi Pondok Pesantren yang lainnya.
Tim Penulis: Brian Pratistha, Adelia Oktarina, Cita Pertiwi, Nyimas L. Letty Aziz, Ahmad Syafiq Kamil, Adhitya Ginanjar, Khairul Auliya Anwar, Megawati Suharsono Putri, Husen Hasan Basri, Syandi Negara, Lindri Setyaningrum, Nurlia Rahmatika, Aisyah Rosadi, Andy Suryandi, Munawiroh
Comments are closed.