Sinkronisasi Data Nasional Penyandang Disabilitas

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial,  Dr Ir Harry Hikmat, MSi. memimpin rapat koordinasi sinkronisasi pendataan nasional Penyandang Disabilitas yang di hadiri Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Prof. Dr Zudan Arif Fakrulloh  beserta Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteran Sosial  Bapennas Maliki Ph.D, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Eva Rahmi Kasim,  Dr. Budi  Badan Pusat Statistik dan Bambang Prido Krido Wibowo Pusat Data dan Informasi kementerian Sosial.

Rapat membahas tentang standarisasi konsep / nomenklatur dalam mekanisme alur pendataan dan penyelenggaraan pendataan disabilitas di semua Kementerian / Lembaga.

Dirjen Rehabilitasi Sosial menyatakan bahwa sistem pendataan nasional yang terintegrasi penting sebagai tindak lanjut implementasi dari undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang  diamanatkan dalam pasal 117 sampai dengan 121 tentang  data nasional dan penerbitan Kartu Penyandang Disabilitas.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaran, dan Evaluasi terhadap Penghormatan dan Pemenuhan Hak penyandang Disabilitas. Salah satu poin dari PP tersebut terkait ketersediaan  Data Nasional Disabilitas.

Lebih lanjut Dirjen Rehsos menyatakan saat ini pendataan Disabilitas masih menggunakan konsep/nomenklatur yang beragam, akibatnya sinergi antar program belum optimal. Akibatnya dalam hal bansos dalam mengurangi resiko pandemi Covid-19 ada yang belum terdata dan tidak tercakup dalam program-program bansos yang digulirkan pemerintah.  Oleh karena itu, pengembangan sistem satu data nasional penyandang disabilitas harus dilakukan dan disepakati lintas K/L.

Dirjen Dukcapil Porf Zudan menyampaikan bahwa sistem pendaftaran penduduk berbasiskan sistem pelaporan diri, yaitu setiap penduduk yang baru lahir, menikah dan meninggal keluarga yang  bersangkutan harus melaporkan kepada dinas dukcapil,  namun untuk penduduk penyandang disabilitas masih banyak yang belum melaporkan karena disabilitas mengalami kesulitan untuk mendaftarkan diri secara langsung.

Lebih lanjut Dirjen Dukcapil menyatakan bahwa dengan adanya perlindungan untuk disabilitas maka  pendaftaran kependudukan sudah mengakomodasi kondisi disabilitas seseorang melalui program “jemput bola”, walau diakuinya bahwa nomenklaturnya masih menggunakan istilah cacat yang mengacu kepada undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Beliau berjanji akan menyesuaikan nomenkelatur tersebut sesuai dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 seperti yang diminta Kementerian Sosial dalam Surat Dirjen Rehsos.

Dirjen Dukcapil menambahkan ada program jemput bola bagi pendataan kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, petugas datang langsung merekam data kependudukan tersebut ditempat ditemukan/dilaporkan.

Sementara itu Direktur Bapenas Maliki menyatakan bahwa sinkronisasi pendataan ini menjadi  target pembangunan jangka menengah, berdasarkan kajian Bapenas masih banyak penyandang disabilitas bahkan yang didalam panti sekalipun tidak memiliki indentitas kependudukan seperti NIK dan KTP.

Peserta dari BPS, Dr Budi mengatakan bahwa pendataan disabilitas sudah menjadi agenda dalam sensus kependudukan Long Term tahun 2021. Permintaan Kemensos tentang pemadanan ragam disabilitas dalam instrumen SP21 long form akan ditindaklanjuti, termasuk adopsi instrumen survei pemyandang disabilitas dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.

Rapat tersebut menghasilkan antara lain sinkronisasi sistem pendataan dengan menyesuaikan konsep disabilitas sesuai dengan Undang- Undang Nomor 8 tahun 2016 yang juga relevan dengan konsep washington group.

Dalam jangka pendek penerbitan Kartu Penyandang Disabilitas akan terus dilanjutkan dengan memastikan sistem pendaftaran penyandang disabilitas terintegrasi pada sistem kependudukan dan cacatan sipil di daerah setempat.

SIKS-NG atau Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-New Generation yang di kelola Kementerian Sosial akan memperbaiki sistem pendataan disabilitas dengan memperbaiki nomenklatur tuna menjadi disabilitas.  Instrumen pendataan dan sistem penyelenggaran pendataan tidak hanya berbasiskan kepada rumah tangga tetapi juga mengakomodasi pendataan melalui LKS, Balai,  Panti dan OPD, termasuk mereka yang hidup 60% diatas garis kemiskinan.

Dalam jangka panjang diharapkan dengan tertatanya sistem pendataan disabilitas, maka kebijakan dan perencanaan program disabilitas lebih mengakomodasi kebutuhan dan hak-hak penyandang disabilitas.

Pada kesempatan itu juga disepakati untuk memberikan nilai benefit pada Kartu Penyandang Disabilitas untuk jangka Panjang yang akan dibahas lebih lanjut dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Perhubungan, Kemendikbud, Kemenkes, Kemenaker dan lembaga negara yang terkait.

 

Sumber: Kementerian Sosial

Comments are closed.